Politik Asik
Oleh: Anonim
(Kader IMM)
Pada hari ini mungkin kita masih resah akan politik,
kata yang membuat seseorang enggan untuk masuk bahkan mengetahuinya. Kaum
sekuler pun menyingkirkan hal politik dengan agama karena menurut mereka akan
rumit suatu persoalan. Kali ini seorang yang mengesankan membuat politik itu
menjadi menyenangkan, bagaimana itu bisa terjadi? Baca tulisan ini sampai
habis.
Orang yang benci politik bisa
dipastikan hidupnya hanya mengekor dalam arti tidak tahu apapun, karena politik
itu keterkaitan dengan hukum, ekonomi, bahkan sosial. Harga bahan pokok naik
dan BBM naik dikarenakan politik. Ada yang mengatakan politik itu kejam, tidak
apa-apa karena orang bebas berpendapat. Yang ditakutkan adalah ketika orang itu
anti politik dan dimanfaatkan oleh sebagian pihak itu berbuat kezaliman.
Seorang mahasiswa yang hanya berdiam diri ketika dosen tidak masuk dan yang
mengagetkan hadir ketika ujian, bodohnya segolongan mahasiswa hanya diam lalu
mengikuti padahal mereka bisa protes tetapi anggapan mereka yang terpenting
santai dan nilai bagus. Pandangan mahasiswa itu sudah pragmatis tidak ada jiwa
kritis, apalagi berpikir politik. Sebenarnya ketika kita kecil politik sudah
ada pada diri masing-masing yaitu, meminta uang jajan kepada orang tua kita
jika tidak diberi nangislah sang bocah.
Beberapa elemen mahasiswa pun sekarang seperti
dikebiri oleh anggaran kampus yang menyebabkan ketakutan pada pimpinan. Pada
pola disini membuat nilai kritis pada lembaga mahasiswa mandul. Era sekarang
menurut sebagian mahasiswa sudah turun kejalan pandangan mereka sudah kritis,
tetapi lahirnya kritis bukan pada pribadi masing-masing. Ketika kampusnya sendiri
zalim mereka bingung harus seperti apa. Kritis itu tidak lahir ketika kajian
yang sudah matang dan hasilnya harus turun kejalan seperti aksi 212, 112, dll.
Karena hal itu sudah ada yang mengkaji sehingga harus mengkritisi pemerintah,
lalu tinggal pengekor yang datang dari kesadaran diri atau tidak. Lantas yang
mengkaji setiap kebijakan kampus siapa? Inilah peran dan fungsi mahasiswa
jangan belaga ingin tenar tapi rumah sendiri morat-marit.
Politik ini sederhana dari kalian berorganisasi
hingga kalian berkomunikasi satu dengan yang lain. Amati situasi kemana arah
kebijakan setiap lembaga dan setiap orang nantinya akan terasah. Lalu jadilah
pengambil keputusan setidaknya jadilah sang pemberi gagasan agar pikiran kalian
tersampaikan dan dipakai. Sangat sederhana menanyakan bagaimana alur birokrasi,
bagaimana alur keuangan mahasiswa, untuk apa saja yang dipakai.Ya, hanya
menanyakan dahulu, nanti, pula timbul keganjilan dan kegelisahan disitulah
politik kalian, dimana posisi dan penempatan kalian. Jangan malah lembaga
mahasiswa takut ketika keuangannya dicampurtangani dan diam ketika diancam.
Jika mahasiswa diancam maka buat gelombang
pergolakkan dengan cara pamflet propaganda. Nantinya isu-isu itu akan terbangun
dan terpenting massa haruslah massif. Dan janganlah ketika kalian berlaku tidak
adil pada masyarakat karena akan merugikan diri kalian. Politik itu bisa
merugikan dan pula menguntungkan dimana penempatan posisinya disitu terlihat
keberimbangannya. Adolf Hitler pernah mengemukakan gagasannnya bahwa kebohongan
yang diulang-ulang akan jadi kebenaran. Maka dari itu ketika mencium
ketidakadilan dan ketidakjelasan disitulah kebenaran harus ambil peran.
Media-ku; Solusi atau Stagnasi
Oleh: Bayujati Prakoso
(Anggota Bidang Hikmah PK IMM FISIP UHAMKA Jakarta Selatan Periode
2016-2017)
Dalam
Ilmu Komunikasi, mendengarkan adalah mekanisme perolehan umpan balik (feedback) yang berguna bagi komunikator
untuk mengetahui apakah komunikasi nya berjalan dengan baik, sesuai dengan
harapan khalayak. Dengan konsep tersebut, menurut
penulis itu dapat menjadi bahan referensi untuk pelaku politik dalam hal ini
masyarakat nya serta tim-tim sukses, sampai kandidat politik sekalipun dalam
menyelenggarakan suatu praktik politik agar menjadi efektif dan demokratis.
Jika dari komunikasi tim sukses politik, kandidat ke masyarakat dapat efektif,
maka selanjut nya pula juga akan menjadi efektif dan yang pada akhirnya menjadi
dinamis dan berjalan semestinya.
Menurut
Prof. Miriam Budiardjo, untuk melaksanakan nilai-nilai demokrasi perlu
menyelenggarakn beberapa lembaga seperti
adanya Dewan Perwakilan Rakyat yang mengontrol, pemerintahan yang
bertanggung jawab, sistem peradilan yang bebas, pers dan media massa yang bebas
untuk menyatakan pendapat. Maka, ranah dalam
hal ini praktik politik menggunakan pers/media massa dalam ajang bersaing secara
sehat, mempromosikan kandidat politik nya, sebagai hubungan kerja sama,
menjalin sistem komunikasi yang baik dengan di kemas dalam bentuk iklan di
media elektronik, cetak dan internet maupun media massa lainnya.
Katrin
Voltmer dalam
bukunya yang berjudul Mass Media and Political Communication in
New Democracies, ia menyatakan dalam kehidupan
berpolitik, media bukan hanya menyampaikan pesan politik tapi juga aktif
berpartisipasi dalam membuat pesan politik (Cook, 1998).[1]
Oleh karena itu, media menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam strategi
partai politik. media mampu mempolitisi dan memobilisasi masyarakat sehingga
dapat memberikan jalan bagi tujuan partai. Menggunakan strategi media logic yaitu strategi yang
digunakan untuk mempertahankan hubungannya dengan publik.
Media
juga diharapkan dapat menjadi ‘marketplace
of ideas’ atau pasar gagasan yaitu sebuah forum untuk kelompok atau
individu dalam mengekpresikan pandangannya, bertukar pendapat tanpa adanya
intervensi dari negara. Namun gagasan ini cenderung mengaburkan kebenaran,
seakan berkompetisi dalam memberikan argumen terbaiknya dan menghilangkan
kebenaran yang sesungguhnya.
Indikator
dari adanya sebuah demokratisasi yaitu adanya pemilihan umum, padahal pemilu
dapat berlangsung dibawah rezim yang mempertahankan otoritasnya. Posisi media
dalam hal ini dapat memberikan pengaruh besar kepada publik seperti halnya
teori jarum suntik, seperti yang dikatakan oleh Hence bahwa kualitas
pengambilan keputusan secara demokratis berhubungan erat dengan kualitas
informasi yang diberikan oleh media.[2] Namun
publik pada dasarnya dapat menentukan sikapnya sendiri tanpa adanya dorongan
dari media massa. Oleh karena itu, publik harus memiliki kemampuan untuk dapat
memilih dan menyeleksi informasi.
Media menjadi sebuah instrumen
penting dalam penyelenggaraan praktik politik di Indonesia. Mengingat berbagai
persoalan yang muncul mengemuka dengan berbagai ekspresi. Sebab media menjadi
aktif dan sehat manakala sistem yang didalamnya, termasuk mitra dan pengguna
mampu berkolaborasi dengan baik pula. Mau memberikan solusi untuk perkembangan
media kedepan atau stagnasi?.
Atas dasar itu,
perlu nya perilaku yang demokratis tidak hanya serta merta pelaku politik yang
terkait di dalam penyelenggaraan politik saja dalam hal ini menunjuk pada
anggota/tim media. Semua harus saling mengerti dan memahami agar tercipta nya
hubungan yang dinamis, harmonis dan demokratis. Menciptakan sebuah strategi
periklanan dalam menyiarkan sebuah strategi politik yang mana pada akhirnya
menciptakan sebuah komunikasi yang efektif dari anggota kelompok partai politik
sampai kandidat kepada tim media serta masyarakat, dapat memahami kode etik
dalam penyiaran, dan sebagai nya serta cenderung dapat merubah pemikiran publik
terhadap media yang di publikasikan. Sehingga, mampu meminimalisir stagnasi tugas, pokok, fungsi media
yang sejatinya, pun demikian terwujudnya
media yang
sehat, baik dalam hal penyelenggaraan
praktik politik yang demokratis di Indonesia.
Budiardjo,
Miriam. 2007. Dasar-Dasar Ilmu Politik.
Ed. Revisi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Mulyana,
Deddy. 2000. Ilmu Komunikasi: Suatu
Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
[1]
Voltmer, Katrin. 2006. Mass Media and
Political Communication in New Democracy. ECPR Studies in European
Political Science. London and New York: Routledge Taylor & Francis Group.
Hlm. 7
[2]
Ibid, hlm. 3